(BERITA ISLAMI TERKINI) - Perjuangan Palestina untuk mendapat pengakuan dunia
sebagai negara berdaulat akhirnya mendapat hasil gemilang. Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa hari Kamis (29/11/2012) secara mayoritas
mengakui Palestina sebagai sebuah ‘negara non-anggota’ di organisasi
dunia itu. Sebuah kemenangan bagi Palestina, khususnya Presiden Mahmud
Abbas, di mata Amerika dan Israel yang menentangnya.
Dari 193 negara anggota Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), 138 negara anggota menyetujui Palestina tidak lagi hanya
berstatus sebagai “entitas pengamat” melainkan sudah menjadi “negara
pengamat non-anggota.”
Ini merupakan hasil pemungutan suara Majelis Umum PBB, Kamis 29
November 2012. Namun, pengakuan Palestina ini tidak disetujui semua
negara anggota Majelis Umum PBB, terutama AS dan Israel.
Sembilan negara menentang, 41 abstain, serta tiga negara tidak ikut
serta dalam pemungutan suara untuk menaikkan status Palestina dari
“entitas pengamat” menjadi “negara pengamat non-anggota” di PBB. Dengan
dikabulkannya permohonan Palestina melalui pemungutan suara, maka secara
tidak langsung kedaulatan Palestina sebagai negara sudah diakui.
Majelis Umum PBB ini menyetujui peningkatan status Palestina meski
ada ancaman dari Amerika Serikat dan Israel yang akan menghukum
Palestina dengan menahan dana bagi Pemerintah di Tepi Barat. Perwakilan
PBB mengatakan, Israel mungkin akan menghindari pembalasan selama
Palestina tidak bergabung dalam Mahkamah Kejahatan Internasional (ICJ).
Dukungan mayoritas untuk Palestina itu mencuat setelah pidato
Presiden Mahmoud Abbas yang mengecam Israel karena “kebijakan agresif
dan kejahatan perang” di podium PBB, menimbulkan respon marah dari
negara Yahudi.
“Hari ini, 65 tahun yang lalu, Majelis Umum PBB mengadopsi
resolusi 181 yang membagi tanah bersejarah Palestina menjadi dua negara.
Ini menjadi sertifikat kelahiran Palsetina,” kata Abbas di depan 193 negara anggota majelis. “Majelis Umum PBB kini dipanggil untuk mengeluarkan sertifikat kelahiran negara Palestina,” katanya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan cepat merespons
pidato Abbas itu sebagai pernyataan “bermusuhan dan beracun,” dan penuh
“propaganda palsu.”
“Itu bukan kata-kata dari seseorang yang ingin damai,” tambah Netanyahu dalam rilis dari kantornya di Israel.
Setidaknya, 17 negara di Eropa mendukung lahirnya Negara Palestina,
Austria, Prancis, Italia, Norwegia, dan Spanyol. Ini merupakan hasil
upaya Abbas yang fokus melobi Eropa. Sementara Inggris, Jerman, dan
lain-lain memilih untuk abstain.
Sementara Republik Ceko bergabung dengan Amerika Serikat, Israel,
Kanada, Panama dan empat negara kecil di Pasifik yaitu: Nauru, Palau,
Micronesia dan Marshall Islands. Selain AS dan Israel, tujuh negara
tersebut hanyalah negara kecil yang tak akan membawa pengaruh bagi
Palestina. Mereka menentang gerakan mendukung resolusi Palestina.
Meskipun bukan merupakan anggota penuh sekarang Palestina dapat
bergabung dengan badan-badan PBB dan berpotensi bergabung dengan
Mahkamah Kejahatan Internasional (ICJ). Hal ini merupakan langkah maju
diplomasi Palestina untuk memperoleh pengakuan kemerdekaan.
Presiden Palestina Mahmud Abbas yang hadir di sidang tersebut
langsung memeluk menteri luar negerinya setelah pemungutan suara
berlangsung. Dalam pidatonya sekitar 20 menit, Abbas mengatakan bahwa
anggota PBB harus segera mengeluarkan ‘akta kelahiran’ Palestina.
Namun Dubes AS Susan Rice menentang hasil voting ini. AS masih
menolak keberadaan Palestina sebagai sebuah negara. “Resolusi ini tidak
menetapkan bahwa Palestina adalah sebuah negara,” kata Susan.
AS memang menghalangi keinginan Palestina untuk keanggotaan penuh
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diajukan Abbas pada September 2011 lalu.
Palestina akhirnya dapat ‘Akta Kelahiran’ Negara dari PBB
Permintaan ‘akta kelahiran’ atas negara Palestina disetujui oleh 138
negara anggota MU-PBB. Sembilan negara mengikuti Israel yang berpendapat
bahwa pengakuan atas Palestina hanya akan menaikkan intensitas konflik.
Empat puluh satu negara lainnya memilih abstain, lapor AFP.
Hasil pemungutan suara di MU-PBB itu menaikkan status Palestina, yang
semula hanya diakui sebagai ‘entitas pengamat’, menjadi sebuah ‘negara
pengamat non-anggota’ di PBB. Kedudukan yang terakhir ini sama seperti
Vatikan, otoritas tertinggi Katolik dunia yang wilayahnya berada di
dalam kota Roma, Italia.
Meskipun bukan sebagai negara anggota penuh, status baru Palestina
memungkinkan negara yang sekarang sedang dijajah Zionis Israel itu untuk
bergabung dalam lembaga-lembaga PBB lain, seperti Mahkamah Kejahatan
Internasional (ICJ).
Jika Palestina menjadi anggota ICJ, maka negara itu berhak untuk
menuntut negara dan tokoh Zionis ke meja hijau sebagai pelaku kejahatan
perang dan kemanusiaan. Hal ini adalah sebuah ketakutan tersendiri bagi
Zionis Israel, dan menjadi salah satu alasan mengapa negara Yahudi itu –dengan dukungan Amerika Serikat– selalu menentang pengakuan PBB atas Palestina.
Sementara itu, kemungkinan Palestina akan kehilangan dana bantuan
dari Washington sudah di depan mata. Hal itu disebabkan undang-undang
negara AS melarang mendanai lembaga-lembaga internasional yang mengakui
eksistensi negara Palestina. Gedung Putih sebelumnya sudah
memperingatkan Presiden Mahmud Abbas bahwa Palestina akan kehilangan
sekitar US$200 juta, yang diblokir oleh Kongres Amerika Serikat.
Israel mempertimbangkan untuk menahan dan tidak mentransfer uang
pajak yang dipungutnya dari rakyat Palestina, sebuah tindakan yang kerap
dijadikan alat untuk mengancam pemerintah Palestina yang bergantung
pada uang tersebut.
Hamas: Hasil Voting di PBB Kemenangan Bagi Rakyat Palestina
Gerakan Hamas yang berkuasa di Gaza menyambut gembira peningkatan
status Palestina sebagai “entitas penagmat” menjadi “negara pengamat
non-anggota” dalam sebuah voting di Sidang Umum PBB. Hasil voting itu
sama saja dengan mengakui Palestina sebagai negara. Hamas menyebut hal
itu sebagai “kemenangan” bagi rakyat Palestina.
“Ini merupakan kemenangan baru menuju pembebasan Palestina dan kami mengucapkan selamat kepada diri kami sendiri,” kata pejabat senior Hamas Ahmed Yussef kepada AFP, Jumat (30/11/2012).
“Kami di Hamas menganggap ini prestasi bersama yang menaburkan suka cita pada rakyat kami,” tambahnya.
Kepemimpinan Hamas di Gaza sebelumnya menentang upaya peningkatan
status Palestina di PBB yang dipimpin oleh Presiden Palestina Mahmud
Abbas. Abbas merupakan pemimpin faksi Fatah, rival Hamas.
Namun setelah kepala politibiro Hamas Khaled Meshaal mengungkapkan
dukungan publik terhadap upaya itu bersama pemimpin lainnya di
pengasingan – pemerintah Gaza berbalik mendukung upaya tersebut.
Pejabat Hamas di pengasingan Izzat al-Rishq, menulis di halaman Facebooknya hari ini, memuji hasil voting Sidang Umum PBB.
“Kami menyambut baik keputusan Majelis Umum PBB untuk memberikan
status kepada Palestina sebagai negara pemantau non-anggota dan kami
menganggap hal ini menjadi keuntungan bagi rakyat kami, meskipun
Palestina layak mendapat lebih dari itu,” tulisnya.
Di masa lalu Hamas mengkritik proposal peningkatan status Palestina
dengan menganggapnya sebagai langkah sepihak, diambil oleh Abbas tanpa
konsultasi dengan semua gerakan politik Palestina. Hamas juga
memperingatkan bahwa proposal peningkatan status itu bisa membahayakan
hak-hak rakyat Palestina sendiri.
Namun dukungan terhaadap upaya Abbas itu muncul dari pemimpin Hamas
di pengasingan. Hal ini memicu spekulasi bahwa Hamas telah siap untuk
melakukan diskusi rekonsiliasi kembali dengan gerakan Fatah pimpinan
Abbas.
Sementara pemimpin Palestina menyatakan, prioritas utamanya setelah
kemenangan di PBB adalah mencoba melanjutkan diskusi yang mandek itu,
sejak kedua pihak menandatangani perjanjian rekonsiliasi di Kairo tahun
lalu.
Pentingnya Pengakuan PBB Bagi Palestina
Peran Palestina akan meningkat, ini yang ditakutkan Israel.
Peningkatan status Palestina di PBB bukan hanya sekedar langkah
simbolis mendapatkan pengakuan kedaulatan. Namun, peningkatan status ini
berarti juga meningkatnya peran Palestina di kancah Internasional, dan
ini yang paling ditakuti oleh Israel.
Kemenangan Palestina ditandai dengan dukungan 138 negara anggota PBB
dan hanya 9 yang menolak, sementara 41 abstain. Status “entitas” yang
disandang Palestina sejak tahun 1974 kini berubah menjadi “negara
non-anggota”.
Dengan status baru ini, posisi Palestina setara dengan Vatikan.
Sebelumnya, Swiss juga pernah menjadi negara pengamat non-anggota selama
lebih dari 50 tahun dan baru jadi anggota tetap pada 2002 lalu.
Dengan status ini, Palestina punya hak berbicara pada sidang PBB.
Untuk menjadi negara non-anggota tidak perlu melalui voting di Dewan
Keamanan yang sudah pasti akan diveto oleh Amerika Serikat. Hal ini
pernah dialami Palestina tahun lalu saat berupaya menjadi negara anggota
PBB.
“Palestina mulai saat ini akan dianggap sebagai negara,
berdasarkan hukum dan hubungan internasional. Tapi tidak bisa menjadi
anggota PBB, karena harus melalui voting di Dewan Keamanan PBB,” ujar Iain Scobbie, Profesor di Universitas London fakultas Studi Oriental dan Afrika.
Scobbie mengatakan, pengakuan kali ini akan membuat daya
tawar Palestina terhadap Israel menjadi lebih tinggi. Palestina bisa
menjadi anggota dari badan-badan PBB. Selain itu, yang paling ditakutkan
Israel, Palestina bisa bergabung dengan Pengadilan Kriminal
Internasional (ICC).
Dengan keanggota di ICC, Palestina bisa mengajukan gugatan terhadap
kejahatan Israel di Gaza dan Tepi Barat. Palestina juga bisa menyeret
Israel ke ICC atas kejahatan perang.
Sebelumnya pada April lalu, ICC menolak permintaan Palestina untuk
menyelidiki Perang Gaza tahun 2008-2009 karena tidak dianggap sebagai
negara.
“Jika Palestina sukses bergabung dengan ICC, maka akan jadi
masalah besar bagi Israel yang melakukan operasi militer di Tepi Barat
dan Gaza. Jika ICC mengeluarkan perintah penangkapan, maka warga Israel
yang keluar dari negara itu bisa ditangkap,” kata Scobbie.
Inilah yang membuat Israel dan AS galau. Pemerintahan Barack Obama
mengancam akan memotong dana bantuan bagi agen PBB yang menerima
Palestina sebagai anggota, hal ini pernah diterapkan pada Unesco tahun
lalu. AS sebagai pendonor terbesar Palestina juga akan memotong
bantuannya.
Namun, Palestina tidak gentar. Mereka mengatakan tetap akan maju
memperjuangkan hak-hak yang selama ini diberangus. Otoritas Palestina
mengatakan, Amerika tidak bisa lagi memeras mereka dengan uang.
Hasil Voting Majelis Umum PBB Merupakan Langkah Menuju Kemerdekaan Palestina
Pemimpin Palestina Mahmud Abbas menyambut hasil voting MU-PBB yang
menyetujui peningkatan status Palestina di PBB. Hal ini disebutnya
sebagai langkah bersejarah menuju kemerdekaan Palestina.
Namun diakui Abbas seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat
(30/11/2012), rakyat Palestina masih menghadapi “jalan panjang” untuk
mendapatkan negara mereka sendiri. Abbas juga meminta dihentikannya
perpecahan dengan kelompok Hamas yang menguasai Gaza.
“Hari ini benar-benar hari yang bersejarah. Hari ini kita telah mengambil satu langkah menuju kemerdekaan Palestina,”
kata Abbas kepada para diplomat dan jurnalis usai voting Majelis Umum
PBB yang mengakui Palestina sebagai negara non-anggota PBB.
“Di depan kita ada jalan yang panjang dan sulit. Saya tak ingin
merusak kemenangan kami malam ini namun jalan ke depan masih tetap
sulit,” tutur Abbas.
“Kami berkomitmen untuk mencapai hak-hak kami lewat perdamaian
dan negosiasi. Kami tak akan takut dan kami akan terus menempuh semua
upaya yang mungkin untuk mencapai tujuan kami secara damai,” imbuhnya.
Abbas pun mengatakan, perpecahan antara kelompoknya, Fatah dan kelompok Hamas harus dihentikan. “Secara
internal sebagai rakyat Palestina, kita memiliki luka, yakni perpecahan
dan kini saatnya untuk menyudahi perpecahan itu,” tandasnya.
Perkembangan Terkini : Hamas-Fatah Damai, Israel Ketakutan
Rekonsiliasi Nasional Palestina antara faksi Fatah-Hamas
Kesepakatan damai Hamas dan Fatah benar-benar membuat rezim Zionis Israel cemas dan ketakutan.
Kemenangan gerakan perlawanan Islam Palestina dalam perang delapan
hari di Gaza dan peningkatan status Palestina di Mejelis Umum PBB
menjadi momen berakhirnya friksi antara Hamas dan Fatah. Demikian
dilaporkan Qodsna (11/12/12).
Seperti dikutip dari laman Irib, keinginan Abu Mazen untuk
mengunjungi Jalur Gaza, dukungan Hamas atas program Abu Mazen di PBB,
pengumuman Fatah yang akan menggelar perayaan besar kemenangan Hamas di
Tepi Barat, dan diakhirinya friksi enam tahun kedua gerakan perlawanan
Palestina ini membuktikan niat baik para pemimpin Hamas dan Fatah untuk
menciptakan rekonsiliasi nasional di Palestina.
Di sisi lain, dampak kesepakatan damai kedua kelompok perlawanan Palestina itu justeru membuat cemas rezim Zionis.
Bahkan, saluran Televisi Israel melaporkan, keputusan positif yang
diambil Abu Mazen terkait Hamas seperti membebaskan seluruh anggota
Hamas dari penjaranya di Tepi Barat, mengakhiri penangkapan politik dan
kunjungan petinggi Fatah ke Jalur Gaza menunjukkan bahwa keputusan dua
kelompok perlawanan Palestina itu untuk melakukan rekonsiliasi, serius
dan akan segera terlaksana.
(BERITA ISLAMI TERKINI)